Dalam situasi ini, Indonesia berada pada masa transisi yaitu antara masa isolasi ekonomi di pemerintahan Presiden Soekarno dan masa keterbukaan ekonomi / ekonomi pasar di masa Presiden Soeharto. Akan tetapi pradigma yang digunakan dalam masa pemerintahan orde baru adalah Liberalisasi Ekonomi yang melepaskan isolasi ekonomi menuju mekanisme pasar, mengedepankan asas kebebasan, dan persaingan usaha yang merupakan ciri perubahan terpenting. Percaya kepada sistem ekonomi pasar dalam pembangunan ekonomi adalah keputusan untuk mengundang modal asing, baik untuk mengeksploitasi sumber daya nasional, serta untuk melakukan pinjaman luar negeri, menjadi agenda utama dalam menerapkan strategi perbaikan ekonomi yang terancam limbung. Kebijakan itu diambil dengan alasan tidak cukup tersedianya dana dalam negeri untuk membiayai kesulitan mendesak jangka pendek maupun merealisasikan perencanaan proyek-proyek pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. Kondisi serba kekurangan kapital tersebut telah mendorong masuk dalam suatu sistem ekonomi Neo-liberalis. Paham liberalis kapitalis mulai gencar masuk dalam sistem perekonomian Indonesia melalui berbagai produk Undang-Undang yaitu salah satunya adalah Undang-Undang mengenai modal asing tahun 1967, dan diperbaharui dengan Undang-Undang tahun 1970. Bidang-bidang yang paling diminati oleh para investor asing adalah sektor industri pertambangan, perkebunan, keuangan dan perbankan. Setelah itu, paham liberalis berkembang besar-besaran dan berusaha menjadi paham Neo-liberalis yang ingin berusaha sekuat tenaga untuk mengkomersilkan seluruh barang dan jasa. Dengan jalan menekan peran pemerintah dalam distorsi pasar dan berusaha menghapus fungsi pemerintah dalam kegiatan ekonomi dengan bertujuan memperjual belikan semua potensi yang dapat dimanfaatkan. Salah satu hasil dari pergerakan sistem ekonomi Neo-liberalis adalah privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) secara besar-besaran. Beberapa kontrak pun disepakati dengan jangka panjang, dengan alasan sebagai wujud pengelolaan sumber daya yang ada sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Memang tidak dapat dipungkiri secara perspektif jangka pendek kesuksesan ekonomi dapat diraih yaitu berhasil menekan inflasi, menciptakan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi pun dapat dikontrol dengan baik. Dengan banyaknya investor-investor asing besar yang bercokol di Indonesia, orde baru berhasil mengangkat perekonomian Indonesia menjadi salah satu yang terkuat di Asia Pasifik.
Proyek-proyek pembangunan dan agenda ekonomi berskala besar pun sukses dijalankan, dengan bukti Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dalam beberapa dekade. Presiden Soeharto tidak bekerja sendiri, ia mengangkat para ahli dan teknokrat ekonomi alumni University Of California, Berkeley atau yang biasa disebut dengan Mafia Berkeley yang membawa ilmu ekonomi ala barat untuk merealisasikan proyek-proyek pemerintah. Mulai dari sinilah kunci masuknya kekuatan modal asing di Indonesia dengan kesepakatan kontrak jangka panjangnya dan dukungan dari pemerintah melalui proteksi dengan menggunakan Undang-Undang sebagai payung pelindung para investor asing ini mengamankan assetnya. Cita-cita Presiden Soeharto dengan anggapan dapat memajukan perekonomian Indonesia dengan mengundang investor asing untuk bermitra bersama dalam pengelolaan sumber daya nasional tidak seketika berhenti. Cita-cita itu dilanjutkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan bukti keluarnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini tidak ada pemisahan secara eksplisit antara investor dalam negeri dan investor asing. Salah satunya adalah proteksi pemerintah terhadap investor dalam negeri dan perlakuan terhadap keduanya. Pemerinntah mengedepankan persaingan secara bebas antara investor dalam negeri dan investor asing sehingga investor dalam negeri cenderung kalah bersain karena mengingat investor dalam negeri tidak memiliki kekuatan yang besar di sektor finansial.Begitu juga dalam hal pengelolaan dan teknologi, dengan jelas investor dalam negeri belum mempunyai kemampuan yang menjanjikan dibanding investor asing yang kuat. Contoh deskripsi singkat tentang gambaran umum mengenai perusahaan asing yang mendominasi perekonomian Indonesia dalam bidang sumber daya mineral, berikut deskripsi singkatnya yaitu :
PT Chevron Pacific Indonesia (Amerika Serikat)
Keberadaan Chevron di Indonesia dimulai pada jaman penjajahan Belanda (1924) ketika masih bernama Socal, yang mengirimkan sekelompok ahlinya untuk melakukan kegiatan survey seismic di Sumatera yang diteruskan dengan proses pengeboran dan eksplorasi. Pada tahun 1936 Socal (Standard Oil of California) dan Texaco (The Texas Company) bergabung mendirikan perusahaan yang diberi nama Caltex (California Texas Oil Company). Pada masa Caltex inilah perusahaan minyak Amerika tersebut menemukan lapangan minyak yang sangat komersial di Minas, Riau, pada tahun 1944. Lapangan Minas ini kemudian menjadi kunci utama bagi kegiatan bisnis Caltex di Indonesia, karena merupakan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara dan memiliki cadangan minyak bumi yang terbanyak di Indonesia. Selain itu jenis minyak dari Lapangan Minas ini merupakan salah satu yang terbaik di dunia, sehingga dikenal dengan sebutan Sumatera Light Crude.Pada tahun 2001, kedua perusahaan induk, Socal dan Texaco berganti nama menjadi Chevron Texaco, dan pada tahun 2005 berganti lagi menjadi Chevron. Dalam menguasai minyak dan gas Indonesia, Chevron membentuk tiga anak perusahaan, yaitu PT Chevron Pacific Indonesia yang beroperasi di Riau, Chevron Indonesia Company beroperasi di Kalimantan, dan Chevron Makasar Ltd di Sulawesi.Keberadaan Chevron di Indonesia, sejak awal selalu mendominasi produksi minyak Indonesia. Puncaknya pada tahun 1970-an, Produksi minyak Chevron menembus angka 1 juta barrel/hari dari 1,6 juta barrel/hari produksi minyak Indonesia pada waktu itu. Pada 1980, Chevron Pasifik Indonesia membangun proyek Sistem Injeksi Uap terbesar di dunia, yaitu Duri Steam Flood, yang merupakan sebuah terobosan baru dalam pengambilan minyak dari ladang minyak Duri, Riau, yang diresmikan Presiden Suharto (Sumber: www.igj.or.id).
Tabel 1. Produksi 5 Perusahaan Minyak Terbesar di Indonesia
Perusahaan | Produksi (barrel/hari) |
PT Chevron Pacific Indonesia (Amerika Serikat) |
357,680
|
PT Pertamina EP (Indonesia) |
122,350
|
PT Total Indonesie E&P (Perancis) |
84,460
|
ConocoPhilips (Amerika Serikat) |
52,490
|
CNOOC, SES (China) |
38,320
|
Jumlah |
655.300
|
(Sumber : Data BP Migas September 2011 dalam Institute For Global Justice)
Produksi minyak bumi Indonesia yang dimulai sejak jaman Belanda dan dieksploitasi secara besar-besaran, serta konsumsi rakyat terhadap BBM yang setiap tahun semakin tinggi, menyebabkan Indonesia sejak tahun 2003 sudah tidak dapat mengekspor minyaknya lagi. Bahkan sejak tahun 2004, Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai negara produsen minyak dunia dan merupakan anggota OPEC, telah menjadi negara pengimpor minyak, yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun. Kondisi ini semakin diperparah ketika Pemerintahan SBY yang baru naik pada waktu itu langsung membuat kebijakan menaikkan harga BBM sebesar 126% pada tahun 2005, dengan alasan untuk menyesuaikan terhadap harga minyak dunia. Padahal minyak yang di impor setiap tahunnya hanya sebesar 10 persen dari total kebutuhan BBM Indonesia, sedangkan 90 persen lagi, dapat dihasilkan dari bumi Indonesia sendiri.Semakin naiknya harga minyak dunia setiap tahun, membuat subsidi pemerintah terhadap harga BBM semakin besar. Terhadap situasi ini pemerintahan SBY kembali membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dengan rencana akan membatasi BBM bersubsidi pada April 2012. Sehingga rakyat dipaksa untuk dan mengalihkan konsumsi BBMnya kepada BBM yang sesuai dengan harga pasar dunia. Kebijakkan ini memang secara langsung tidak menaikkan harga BBM, tapi dampaknya justru lebih parah karena BBM yang tidak bersubsidi, fluktuasi harganya selalu tidak dapat diduga. Menghadapi masalah BBM yang setiap tahun semakin menyulitkan ini, solusi yang diberikan pemerintah melalui BP Migas justru meminta kepada Chevron sebagai produsen minyak terbesar di Indonesia, dan seluruh perusahaan minyak asing dan dalam negeri yang beroperasi di Indonesia, agar memaksimalkan produksinya. Ini jelas membuktikan bahwa keberadaan perusahaan-perusahaan minyak asing yang menguasai 90 persen produksi minyak Indonesia, telah menciptakan ketergantungan kebutuhan BBM bangsa ini kepada mereka. Sehingga membuat pemerintah harus memohon kepada perusahaan-perusahaan asing tersebut untuk dapat memenuhi keperluan BBM negeri ini, dan rakyat harus membeli BBM dari bumi mereka sendiri dengan harga pasaran dunia.Di masa depan tampaknya rakyat akan semakin terus kesulitan untuk memenuhi kebutuhan BBM ini, karena ketika pimpinan Chevron Corporation dari kantor pusat Amerika Serikat menemui Wakil Presiden Boediono pada September 2011 lalu, CEO Chevron John. S Watson memberikan keterangan bahwa,”Saya mengatakan pada Wakil Presiden bahwa saya berharap Chevron akan berada di sini (Indonesia) 85 tahun lagi, karena kami memiliki banyak peluang investasi di negeri ini”. Dan CEO Chevron itu memberitahukan bahwa Wapres Boediono menunjukkan dukungannya untuk Chevron.
Sumber :