Senin, 31 Januari 2011

Jenis Pengendalian Manajemen

Sistem pengendalian manajemen dapat dibagi dalam 5 (lima) jenis:

1. Pengendalian pencegahan (preventive controls)

2. Pengendalian deteksi (detective controls)

3. Pengendalian koreksi (corrective controls)

4. Pengendalian pengarahan (directive controls)

5. Pengendalian kompensatif (compensating controls)

Rincian kelima jenis pengendalian di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Pengendalian pencegahan (preventive controls)

Pengendalian pencegahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

suatu kesalahan. Pengendalian ini dirancang untuk mencegah hasil

yang tidak diinginkan sebelum kejadian itu terjadi. Pengendalian

pencegahan berjalan efektif apabila fungsi atau personel

melaksanakan perannya. Contoh pengendalian pencegahan meliputi: kejujuran, personel yang kompeten, pemisahan fungsi, reviu

pengawas dan pengendalian ganda.

Sebagaimana peribahasa mengatakan “lebih baik mencegah daripada

mengobati” demikian pula dengan pengendalian. Pengendalian

pencegahan jauh lebih murah biayanya dari pada pengendalian

pendeteksian atau korektif. Ketika dirancang ke dalam sistem,

pengendalian pencegahan memperkirakan kesalahan yang mungkin

terjadi sehingga mengurangi biaya perbaikannya. Namun demikian,

pengendalian pencegahan tidak dapat menjamin tidak terjadinya

kesalahan atau kecurangan sehingga masih dibutuhkan pengendalian

lain untuk melengkapinya.

2. Pengendalian deteksi (detective controls)

Sesuai dengan namanya pengendalian deteksi dimaksudkan untuk

mendeteksi suatu kesalahan yang telah terjadi. Rekonsiliasi bank atas

pencocokan saldo pada buku bank dengan saldo kas buku organisasi

merupakan kunci pengendalian deteksi atas saldo kas.

Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal daripada pengendalian

pencegahan, namun tetap dibutuhkan dengan alasan:

Pertama, pengendalian deteksi dapat mengukur efektivitas

pengendalian pencegahan.

Kedua, beberapa kesalahan tidak dapat secara efektif dikendalikan

melalui sistem pengendalian pencegahan sehingga harus ditangani

dengan pengendalian deteksi ketika kesalahan tersebut terjadi.

Pengendalian deteksi meliputi reviu dan pembandingan seperti:

catatan kinerja dengan pengecekan independen atas kinerja,

rekonsilasi bank, konfirmasi saldo bank, kas opname, penghitungan

fisik persediaan, konfirmasi piutang/utang dan sebagainya.

3. Pengendalian koreksi (corrective controls)

Pengendalian koreksi melakukan koreksi masalah-masalah yang

teridentifikasi oleh pengendalian deteksi. Tujuannya adalah agar

supaya kesalahan yang telah terjadi tidak terulang kembali. Masalah

atau kesalahan dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau oleh

auditor. Apabila masalah atau kesalahan terdeteksi oleh auditor,

maka wujud pengendalian koreksinya adalah dalam bentuk

pelaksanaan tindak lanjut dari rekomendasi auditor.

4. Pengendalian pengarahan (directive controls)

Pengendalian pengarahan adalah pengendalian yang dilakukan pada

saat kegiatan sedang berlangsung dengan tujuan agar kegiatan

dilaksanakan sesuai dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku.

Contoh atas pengendalian ini adalah kegiatan supervisi yang dilakukan

langsung oleh atasan kepada bawahan atau pengawasan oleh mandor

terhadap aktivitas pekerja.

5. Pengendalian kompensatif (compensating controls)

Pengendalian kompensatif dimaksudkan untuk memperkuat

pengendalian karena terabaikannya suatu aktivitas pengendalian.

Pengawasan langsung pemilik usaha terhadap kegiatan pegawainya

pada usaha kecil karena ketidak-adanya pemisahan fungsi merupakan

contoh pengendalian kompensatif.

Pentingnya Motivasi Organisasi

Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan.Dalam kehidupan,motivasi memiliki peranan yang sangat penting.

Sebab, motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, sehingga mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.

Tanpa adanya motivasi dalam diri seseorang, maka dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak sedikitpun dari tempatnya berada. Begitupun dalam kehidupan berorganisasi,motivasi organisasi sangat mutlak adanya.

Sehebat apapun rencana yang telah dibuat oleh ketua organisasi, apabila dalam proses aplikasinya dilakukan oleh anggota yang kurang atau bahkan tidak memiliki motivasi yang kuat, maka akan menyebabkan tidak terealisasinya rencana tersebut.

Tidak salah jika kemudian Flipo mendefinisikannya dengan Direction or motivation is essence, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result achievement of employee want simultaneously with attainment or organizational objectives.

Motivasi organisasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, manusia akan termotivasi oleh kebutuhan yang dimilikinya. Pendapat ini sejalan dengan Robin yang mengemukakan bahwa Motivasi organisasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.

Baron dalam Mangkunegara mendefinisikan motivasi organisasi sebagai proses pemberian dorongan kepada anak buah supaya anak buah dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan organisasi secara optimal. Motivasi ini dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri.

Terkait dengan motivasi organisasi, perlu kita pahami, lima fungsi utama manajemen adalah planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing).

Langkah berikutnya adalah menugaskan atau mengarahkan anggota menuju ke arah tujuan yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat anggota melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan.

Memotivasi organisasi merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan ketua organisasi untuk memotivasi anggotanya akan sangat menentukan efektifitas ketua.

Ketua harus dapat memotivasi para anggotanya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat. Jika ketua membiarkan anggotanya berjalan tanpa motivasi, maka bisa dipastikan kinerja organisasi yang memburuk, menemukan kegagalan program kerja, bahkan terancam bubar.

Menurut Atkinson, suatu organisme (dalam hal ini manusia dan hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tidak dimotivasi.

Selain menguatkan organisme itu, motivasi organisasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang menyakitkan.

Jika demikian, motivasi organisasi memegang peranan yang tidak bisa diremehkan. Banyak cara yang bisa dilakukan, baik secara formal maupun informal. Baik secara organisatoris maupun pendekatan secara personal.

Sebagai pimpinan organisasi, sebisa mungkin bisa memahami masalah anggotanya, sehingga bisa memecahkan masalah secara bersama. Peran evaluasi sangat penting dalam hal ini, sehingga tidak ada anggota yang merasa terpaksa menjalankan roda organisasi. Apalagi, jika organisasi bersifat sukarela, alias tidak ada upah kerja untuk anggotanya.

sistem pengambilan keputusan

SPPK adalah sistem yang berbasis komputer interaktif untuk memberikan dukungan keputusan kepada manajer dengan menggunakan data dan model-model keputusan untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya semi struktur dan tidak terstruktur untuk mencapai efektivitas keputusan. SPPK hanya digunakan untuk memperluas wawasan pengambil keputusan (Decision Maker - DM) sebagai bahan pertimbangan bukan untuk menggantikan penilaiannya. Artinya bahwa SPPK tidak dapat menggantikan intuisi yang dimiliki oleh manusia, hanya terbatas pada model dasar yang dimilikinya.

Keen mendefinisikan SPPK sebagai sistem yang memiliki 4 karakteristik utama, yaitu sebagai berikut:

1. Ditujukan untuk membantu keputusan tidak terstruktur yang umum

2. SPPK memiliki mempermudah pemakai berhubungan dengan komputer

3. Dalam proses pengolahannya, SPPK mengkombinasikan penggunaan model model dengan teknik

4. SPPK bersifat luwes dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan yang terjadi.

Komponen SPPK Menurut Kertahadi [5], SPPK dibangun oleh 3 komponen dasar yaitu :

1. Database

Merupakan tempat dari transaksi sehari yang mendukung pengambilan keputusan.

2. Model base

Model yang merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif sebagai dasar pengambilan keputusan.

3. Software System

Merupakan penyatuan komponen memungkinkan terjadinya dialog interaktif antara manusia dengan komputer.


Metode PRIME (Preference Ratios in Multiattribute Evaluation)

Metode PRIME adalah metode pengambilan keputusan yang mendukung analisis pada informasi yang belum lengkap pada model analisis banyak atribut. Informasi yang belum lengkap maksudnya adalah tidak adanya nilai pasti (tunggal) dari sebuah informasi. Metode PRIME merupakan salah satu metode pembobotan pada Multi-Criteria Decision Making (MCDM) yaitu disiplin dalam pengambilan keputusan dengan banyak kriteria yang memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipilih oleh DM. Konsekuensi dari sebuah alternatif merujuk pada nilai dari alternatif.

2. Atribut, merupakan karakteristik atau kriteria dari keputusan.

3. Pembobotan (weight assessment). Pemberian bobot pada setiap kriteria.

4. Matriks Keputusan. Matriks Keputusan X adalah matriks (m x n) dengan elemen xij adalah nilai dari alternatif ke-i yang berhubungan dengan kriteria ke-j pada alternatif ke-I dimana i=1,2,3,…,m dan j=1,2,3,…n. Matriks keputusan dapat distrukturkan ke dalam hirarki pohon nilai (value tree) dimana setiap alternatif dihubungkan secara langsung dengan kriterianya.

Value Tree Analisis Metode PRIME.jpg

5. Pertentangan antar kriteria, yaitu pertentangan kepentingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lainnya.

Pada informasi yang tidak lengkap, metode PRIME memberikan pendekatan dengan adanya rasio perbandingan nilai pada nilai relatif dan kriterianya. Perbedaan metode PRIME dari model-model pembobotan atribut-atribut lainnya adalah perbandingan rasio dihubungkan secara eksplisit dengan bobot setiap atribut. Selain itu, metode PRIME dilengkapi dengan informasi tentang ketidakoptimalan yang terhubung dengan rekomendasi alternatif yang dihasilkan berupa nilai kehilangan yang mungkin terjadi.